Memimpin Kampung, Darimana Memulai… (Pikiran Alam Kampung Oleh Anak Kampung)

  • Bagikan

Memimpin dan dipimpin adalah sunatullah dan sebuah keniscyaan dalam kehidupan kita sebagai makhluk yang disebut manusia, artinya sudah menjadi hukum alam dan akan terjadi secara sadar kita ikut terlibat atau tidak sama sekali tentang sunatullah ini, maka memimpin dan dipimpin akan terus berjalan. Persoalannya dengan cara apa menjadi pemimpin dan memimpin? Ini yang menjadi persoalan, kemudian muncul tipologi pemimpin di tengah masyarakat kita.Maka tersebutlah, diantaranya, ada pemimpin keras kepala, otoriter, dzalim, pelayan-melayani, egaliter, tegas, berani dan lain-lain .

Tidak sedang menggurui sahabat semua di grup ini, ini hanya semacam lintasan dalam pikiran saya, tentu sangat subjektif. Setidaknya menjadi pengingat buat diri saya sendiri dan jika bermanfaat dengan senang hati semoga ada yang bisa diambil hikmahnya buat anggota grup yang membaca, baik yang sudah kenal maupun yang belum kenal.

Terkadang kita sering berfikir, kita tidak bisa merubah kondisi atau keadaan, kecuali kita menjadi orang yang memiliki wewenang tinggi, memiliki kekuasaan untuk mengendalikan dan seterusnya. Setelah kita menjadi orang yang dimaksud, memiliki wewenang dan seterusnya keatas, ternyata kita kemudian tidak bisa banyak berbuat apa-apa seperti yang kita awal duga sebelumnya.

Kita sering terjebak seolah-olah untuk melakukan sebuah perubahan besar kita harus menjadi seseorang yang penuh kuasa alias memiliki otoritas penuh terhadap sesuatu, apakah itu komunitas, organisasi, atau suatu masyarakat. Padahal untuk merubah sesuatu terletak pada masing-masing pribadi (jiwa kita, anfusihim).

Saya teringat waktu Mts.di Perguruan Muhammadiyah Plompog, berkesan dalam sebuah Training Center (TC) tahun 1995 yang diadakan langsung oleh Kakak-kakak IRM/IMM di MI Al Falahiyah Plompong waktu itu dan pembicara utamanya adalah yang sekarang menjadi salah satu Dekan UMP sekarang, Dr. Ibnu Hasan. Ada beberapa ayat-ayat al quran yang wajib dihafal dan disetorkan dan sebuah hadits yang dibacakan sebagai syarat untuk mengambil jatah takir (nasi bungkus), khususnya untuk berbuka karena acara berlangsung di wulanpuasa.

Salah beberapa ayat dalam Al-Qur’an yang saat itu wajib dihafal dan disetor ke fasilitator adalah al Isra ayat 23-24:

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS.17:23) Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku sewaktu kecil.’ (QS. 17:24)”(al-Israa’: 23-24)

Menguatkan tentang kepemimpinan di level manapun, termasuk di tingkat desa yang kecil maka dibutuhkan seorang pemimpin yang mau mempelajari, memperhatikan dan mengamalkan nilai-nilai agama khususnya yang tertuang dalam al-Qur’an dan as-Sunnah yang memiliki beragam aturan-aturan, baik hukum perseorangan, peradaban, politik maupun konflik internal-eksternal, maka ia akan melihat bahwa maksud semuanya itu ialah asas memelihara keutamaan dan keluhuran budi, yakni: kebenaran, keadilan, kepercayaan, amanat, menepati janji, kebohongan, khianat, keras kepala, manipulasi, kelicikan dan memakan harta benda orang secara bathal, seperti riba, suap dan makanan yang haram. Yang jika dijelaskan secara rinci akan menjadi pembahasan tersendiri yang sangat panjang.

Namun kita saksikan mengapa keutamaan dan keluhuran budi itu mulai luntur di negeri, bangsa dan masyarakat kita tercinta ini, soalnya adalah karena hampir sebagian besar pemimpin kita tidak memperhatikan maksud mengapa hukum-hukum syariat itu harus ada didalam kehidupan manusia melalui Al-Qur’an dan As-Sunnah, demkian ditegaskan oleh salahsatu Pembaharu Islam Muhammad Rasyid Ridha kait dengan asas memelihara keutamaan dan keluhuran budi dalam Wahyu Ilahi Kepada Muhammad. Semoga pengingat Muhammad Rasyid Ridha ini menjadi rambu-rambu perjalanan buat para calon pemimpin masyarakat dan khususnya kita secara pribadi agar terus dicatat dalam jiwa-jiwa kita sebagai signal aktivitas kita bermasyarakat.

“Setiap kalian adalah pemimpin…” hadits ini menyiratkan kepada setiap kita, menjadi apapun kita, sebagai apapun kita, berprofesi dimanapun kita, sejatinya akan dimintakan pertanggungjawabannya dihadapan Allah, bukan hanya sekedar dihadapan manusia semata. Karena sejatinya kita adalah pemimpin yang bertanggungjawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan pertanggungajwabannya kembali ke nafsi-nafsi, artinya semakna dengan ayat Al-Qur’an lain bahwa untuk merubah keadaan tertentu bukan kita terlebih dahulu menjadi anu atau itu, tetapi seberapa mampu merubah diri kita memeiliki keutamaan-keutamaan hidup sebagaimana ayat Al-Isra diatas; bahwa mutlak manusia harus bertauhid dan berbakti terutama kepada kedua orangtua.

Dihadapan kita, khususnya di Desa Plompong ada hajatan enam tahunan setelah pilkada, pileg dan pilpres kemarin. Kita dihadapkan pada sebuah pilihan yang disebut sebagai hak warga dalam bermasyarakat, yaitu memilih pemimpin lokal sebagai kepala desa Plompong, dan mereka yang terpilih adalah bagian dari representatif Desa Plompong itu sendiri kedepannya. Plompong lima tahun kedepan akan diwarnai setidaknya oleh Kepala Desa Plompong terpilih, sejarah nama Desa Plompong konon pun tidak lepas dari wajah salah satu Kepala Desa Plompong semasanya, yang secara geografis nama Plompong sebelumnya bukan nama sebuah Desa, Plompong sendiri dulu dalam sejarah bernama Krajan.

Nah, dalam keempat calon sendiri adalah bukan orang asing bagi sebagian anggota warga Desa Plompong, setidaknya bagi Dukuh masing-masing, Pak Toni pasti dikenal sangat oleh warga Plompong itu sendiri, Mas Sonhadi juga sama pasti dikenal oleh masyarakat Dukuh Ciku, demikian juga Pak Fauzan sangat dikenal oleh seluruh warga Dukuh Cirendu, demikian juga Pak Yanto sangat dikenal oleh warga dukuh Gunung Sumping, pasti masing-masing kandidat memiliki kelebihan masing-masing, kalau kelemahan jangan dibilang semua kita sesungguhnya adalah manusia dhaif-lemah, memiliki banyak kekurangan. Namun, semua karena kebaikan dan kasih sayang Allah SWT aib-aib kita tidak ditampakan didalam muka kita sehingga kita sering merasa sempurna dan yang paling layak tampil dimuka.

Diantara semua kandidat yang berempat ini, mungkin diantara beliau-beliau adalah sahabat kita, paman kita, atau guru kita bahkan saudara kita yang kita tahu siapa sesungguhnya mereka. Maka mari tempatkan mereka pada posisi mereka sesungguhnya, sehingga mereka kelak jika terpilih menjadi pemimpin Desa Plompong yang membahagiakan warganya, dan kita bangga dengan mereka karena mereka siap dan berani tampil dimuka berlomba merebut hati warga Desa Plompong dan jika terpilih berkomitmen mengutamakan kepentingan warganya.

Bukankah diantara mereka berempat juga sebenarnya banyak warga Desa Plompong yang mumpuni, mungkin ada yang sudah Doktor dan lain-lain, ternyata tidak cukup dengan itu! Butuh nyali lebih berani, yaitu mau dicalonkan dan siap kalah dan menang. Kita perlu apresiasi niat mereka menjadi bagian sejarah Desa Plompong indah. Bentuk apreasiasi kita adalah memilih mereka sesuai dengan keyakinan kita diantara mereka yang layak dan pantas memajukan Desa Plompong minimal dalam satu periode kedepan.

Saya yakin semua kandidat sudah memiliki timses, bahkan sudah anjang sana-sini alias kampanye secara tertutup, berkunjung ke rumah-rumah warga satu ke warga yang lain dan mungkin kepara tokoh, dan itu positif artinya mereka memang memiliki keyakinan bahwa “hasil tidak mengkhianati usaha dan kerja keras” ditambah doa-doa khusus, asal tidak pergi ke dukun, naudzubillahimindzaalik, nanti jatuh ke musyrik. Sehingga kelak ketika terpilih keberkahan Desa dicabut!

Sebagai salah satu anak kampung yang pernah merasakan dan mengalami beberapa Kepala Desa Plompong kurun waktu akhir 1980an hingga 2019 saat ini, saya mengalami sudah empat orang Lurah atau Kepala Desa berganti. Masing-masing kepala desa atau lurah punya kekhasan dan citra tersendiri dihadapan para warganya.

Artinya, bukan sedang ingin mengunggulkan satu sama lain para kepala desa tersebut, namun memori saya tertuju kepada masa lurah H. Syaefullah (Allahuyarham) mungkin karena sewaktu masih kecil sering berjumpa dan berinteraksi dengan beliau karena ngurus-ngurus sekolah ke Jakarta.

Selanjutnya saya juga ketemu Kepala Desa Mas Ihya Gunung Sumping, yang mungkin dibandingkan kepala desa sebelumnya beliau paling muda dan satu-satunya mungkin kepala desa sebelumnya yang sarjana dan beberapa kali sebelum pemilihan lurah dulu sempat diskusi, tentang beberapa program dan waktu itu berbicara tentang pemberdayaan masyarakat melalui berdirinya sebuah pasar di Plompong, semoga beliau diberikan kesehatan dan bisa terus berkarya untuk masyarakat Plompong.

Berlanjut, dengan Bapak Fathoni incumbent Kepala Desa Plompong saat ini, saya tidak cukup banyak berinterkasi dan kemungkinan beliau tidak mengenal saya karena jarak atau interaksi yang tidak memaksa untuk ketemu kecuali sesekali papasan dijalan.

Dari keempat kepala Desa yang saya alami saya punya gambaran subjektif tentang beliau-beliau, dan pastinya sahabat, teman dan para suhu di grup ini juga memiliki kesan terhadap beliau-beliau. Seberapa besar kesan yang dirasakan terhadap mantan Kepala Desa Plompong tersebut, pasti dari masing-masing kita memiliki imajinasi rasa yang bisa menggambarkan masing-masing mantan kepala desa Plompong tahun-tahun sebelumnya?

Kemudian, untuk menetapkan pilihan sebenarnya tidak sulit, toh sesungguhnya semua kita punya imajinasi terhadap keempat kandidat calon kepAla desa yang sudah dikenalkan; imajinasi, persepsi, pengalaman, rasa, interkasi, observasi, bahkan treck record mereka para kandidat di desa sudah cukup menjadi alasan dan bukti, baik secara emosional maupun rasional kita memilih siapa dan siapa. Ini modalitas kita warga Desa Plompong agar tetap enjoy, easy dan happy sehingga pilkades menjadi sarana justru saling mengenal dan berkunung silaturahim akbar di hari H nanti.Hilangkan jauh-jauh image kalau pilkades harus spaneng, adu kekuatan otot, kecuali adu program dan komitmen itu baru keren. Jadilkan saja pilkades itu seperti kondangan.

Bila perlu dikemas seperti halal bihalal akbar Desa Plompong yang diadaklan enam tahunan sekali, kalau ada aturan gak boleh para kandidat berbicara karena masih masuk hari tenang, cukup diawali dengan kultum singkat dan doa seorang Kyai Kampung yang disepakati oleh semua kandidat diundang netral dan beliau mendoakan semuanya, sesudah itu makan-makan dan coblosan, kayane seru dan bisa viral mendunia. Syaratnya makanan bawa masing-masing dari rumah atau dikoordinir oleh masing-masing relawan. Bisa juga warga Ciku mensiasati ini karena ketempatan pilihannya di Lapangan HW Ciku.

Melalui tulisan ini, seperti diawal diceritakan; ini adalah lintasan pikiran saya yang juga mengalir saja menuliskannya, ada beberapa yang harus diperhatikan buat kita sebagai warga desa Plompong yang baik dan memiliki cita-cita yang sama tentang Plompong yang lebih maju dan tentu lebih berkah dan makmur sentosa perdukuhannya:

  1. Jadikan pemilihan kepala desa ini sebagai kesempatan untuk memetakan potensi sumber daya yang terpendam di desa plompong, apa itu sumber daya yang terpedam? Yaitu potensi keseluruhan atribut yang ada di Desa Plompong, baik potensi orang-orangnya maupun potensi alam Plompong.
  2. Kita boleh belajar di beberapa desa yang keluar dari keterpurukan dan mampu menjadi desa mandiri bahkan desa terkaya, seperti desa Ponggok di Solo yang Kepala Desanya mampu memanfaatkan potensi alam airnya yang melimpah. Atau dengan desa Pare di Kediri yang mampu menjadi desa mandiri dengan Kampung Inggrisnya karena mampu memberikan ruang seorang Mr. Kalend untuk mengembangkan tempat kursus Basic English Course (BEC) sehingga terakhir (2016) saya mencatat ada 257 tempat kursus disana. Dan, saya yakin Desa Plompong tidak kalah potensialnya untuk menjadi desa unggul, syaratnya adalah kepala desa mampu mengeluarkan sumber daya yang terpendam dari desanya.
  3. Menjadikan moment pilkades Plompong sebagai pilkades terbaik di Indonesia bahkan di dunia, dengan apa? Dengan menunjukan sebagai miniatur pesta demokrasi yang bukan crazy! Menghalalkan segala cara tapi penuh adab, jurdil dan penuh etika, cinta, kebersamaan serta kekeluargaan, ini tugas panitia untuk menkreasikannya seperti apa? Kita sadar demokrasi tidak sepenuhnya produk lokal asli Indonesia, namun sebagian besar adalah produk barat alias produk penjajah yang diimpor oleh mereka ke negeri kita, namun karena sesepuh bangsa menyepakati jalan demokrasi sebagai ijtihad politik yang diambil untuk menyatukan Indonesia saat itu maka kita harus mewarisi dengan terus menjaganya dengan adab dan nilai-nilai masyarakat kita yang guyub, rukun dan saling menghormati.
  4. Sejarah lokal mencatat pemilihan adat, tokoh, pimpinan masyarakat sesungguhnya dulu diajarkan lebih mulia dari jenis atau sistem pemilihan serupa saat ini seperti pilkades, tanyakan saja pada sesepuh kita yang masih hidup, lebih baik mana cara pemilihan lurah atau pemimpin masyarakat pada saat ini atau pada zaman dulu ketika penjajah belum berkuasa? Dulu yang dipilih adalah simbol yang sarat makna, bukan gambar orang secara langsung, artinya untuk membawa nalar dan imajinasi warga desa lebih cepat masuk pakai simbol bukan wajah orang. Karena simbol memiliki makna langsung ke alam bawah sadar kita, sedangkan gambar wajah orang memiliki peluang banyak manipulatif yang bisa dikreasikan oleh si empunya sesuka dia. Dulu simbol yang sering jadi rebutan adalah Padi, Jagung, Kelapa dan Singkong melambangkan kesejahteraan, harmoni alam dan kebermanfaan. Misal, kalau wajah saya pajang menjadi salah satu kontenstan, hanya ibu dan bapak serta istri saya aja yang tahu karakter asli saya, karena setiap warga bukan ahli psikologi yang mampu membaca wajah ganteng para kandidat. Dan, dalam ilmu Neorosains simbol itu lebih sehat dan ramah otak bagi kesehatan jiwa manusia!
  5. Ini beberapa hasil diskusi lepas dengan beberapa konsultan politik, tips buat semua kandidat dan timses pilkades; masyarakat kita itu sebenarnya sederhana, didatangi, dikunjugi, terutama kerabat, teman secara emosional, baru sesama komunitas atau organisasi, jika ini dilakukan jauh-jauh sebelumnya tanpa program yang muluk-muluk pun kandidat pilkades bisa mendapat simpati, dan ternyatahampir 82% pemilih menentukan pilihannya karena ketemu langsung dengan calon kandiddat yang dipilih, kata seorang teman konsultan politik yang berhasil mendampingi banyak bupati dan berhasil.

Demikian Sedulur kabeh… sementara alam pikiran kampungan buat pilkades Plompong 2019, semoga Allah SWT rahmati dan memenangkan yang terbaik karena persis in syaa Allah pilhane terjadi di hari kemenangan 10 Syawwal  1440 H/ 16 Juni 2019 M. Berharap siapapun kandidat terpilih adalah kemenangan semua warga Desa Plompong. Dan, kita yakin di malam lailatul qadar ramadhan tahun ini sudah tercatat siapa kepala des plompong kedepan, tinggal para kandidat bersepakat melakukan ikhtiar yang tuntas dan berkomitmen menang kalah adalah lumrah, dan yang memang nanti tidak jumawa yang kalah tetap legowo. Semoga bermanfaat.

“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpin, penguasa yang memimpin manusia dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, seorang lelaki (kepala keluarga) adalah pemimpin keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan seorang perempuan (istri) adalah pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, dan budak juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari no. 7138)

Wallahu’alam, (Bersambung… ).

Hari ke-27 Ramadhan 1440 HPukul 03.33 am

AY/ Manuk Londo

 

 

  • Bagikan